Selasa, 29 Desember 2015

PERMASALAHAN PUBLIK MASYARAKAT ANTARA PRASANGKA, DIKRIMINASI, DAN ETNOSENTRISME

A.         


         
        PRASANGKA

Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional.

John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori.
·                     Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
·                     Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
·                     Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.

B.        DISKRIMINASI

Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antar golongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi

Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.

Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.

Diskriminasi di tempat kerja
Diskriminasi dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk:
·                     dari struktur gaji,
·                     cara penerimaan karyawan,
·                     strategi yang diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau
·                     kondisi kerja secara umum yang bersifat diskriminatif.
Diskriminasi di tempat kerja berarti mencegah seseorang memenuhi aspirasi profesional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang dimilikinya.

Teori statistik diskriminasi berdasar pada pendapat bahwa perusahaan tidak dapat mengontrol produktivitas pekerja secara individual. Alhasil, pengusaha cenderung menyandarkan diri pada karakteristik-karakteristik kasat mata, seperti ras atau jenis kelamin, sebagai indikator produktivitas, seringkali diasumsikan anggota dari kelompok tertentu memiliki tingkat produktivitas lebih rendah.

PERBEDAAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI

Sikap yang negatif terhadap sesuatu, disebut Prasangka. Walaupun dapat kita garis bawahi prasangka dapat juga dalam pengertian positif. Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjuk kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap berprasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu dan tidak dapat dipisahkan.

Seseorang yang mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminasi terhadap yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa latar belakang pada suatu prasangka. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja berperilaku tidak diskriminatif.

Sikap berprasangka jelas tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau aoa yang didengar. Lebih-lebih lagi bila sikap berprasangka itu muncul dari jalan fikiran sepintas, untuk kemudian disimpulkan dan dibuat pukul rata sebagai sifat dari seluruh anggota kelompok sosial tertentu.

Sebab - sebab timbulnya prasangka dan diskriminasi, yaitu :
a. Berlatar belakang sejarah
b. Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosial - kultural dan situasional
c. Bersumber dari faktor kepribadian
d. Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama

Daya atau upaya untuk mengurangi / menghilangkan prasangka dan diskriminasi, yaitu :
a. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
b. Perluasan kesempatan belajar
c. Sikap terbuka dan sikap lapang

C.        ETNOSENTRISME

Etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain.

Apabila tidak dikelola dengan baik, perbedaan budaya dan adat istiadat antarkelompok masyarakat tersebut akan menimbulkan konflik sosial akibat adanya sikap etnosentrisme. Sikap tersebut timbul karena adanya anggapan suatu kelompok masyarakat bahwa mereka memiliki pandangan hidup dan sistem nilai yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.

Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayan, yang sekaligus menjadi suatu kebanggaan mereka. Suku bangsa, ras tersebut dalam kehidupan sehari-hari bertingkah laku sejalan dengan norma - norma, nilai - nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayan tersebut.
Etnosentrisme ialah suatu kecendrungan yang menganggap nilai - nilai dan norma - norma kebudayaannya sendiri dengan suatu yang prima, terbaik, mutlak dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.

Etnosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterprestasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes. Akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi. Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar ideologi Chauvinisme pernah dianut oleh orang - orang German pada jaman Nazi Hitler. Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa - bangsa lain dan memandang bangsa - bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista dan sebagainya.

Contoh Etnosentrisme di Indonesia :

Salah satu contoh etnosentrisme di Indonesia adalah perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut Latief Wiyata, carok adalah tindakan atau upaya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok dinilai dengan pandangan kebudayaan kelompok masyarakat lain yang beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Namun, bagi masyarakat Madura, harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus selalu dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan penafsiran mengenai masalah carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena tidak adanya pemahaman atas konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok tersebut dalam masyarakat Madura. Contoh etnosentrisme dalam menilai secara negatif konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok dalam masyarakat Madura tersebut telah banyak ditentang oleh para ahli ilmu sosial.

Contoh yang lain adalah kebiasaan memakai koteka bagi masyarakat papua pedalaman. Jika dipandang dari sudut masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, memakai koteka mungkin adalah hal yang sangat memalukan. Tapi oleh warga pedalaman papua, memakai koteka dianggap sebagai suatu kewajaran, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.

Menurut Pendapat saya, walaupun sifat dan pendapat dari Prasangka, Dikriminasi, dan Etnosentrisme berdeda maka dari itu kita sebagai warga masyarakat public saling menghargai dan menghormati satu sama lain dalam hal permasalahan dari Prasangka, Diskriminasi, dan Etnosentrisme.


Nara Sumber : http://rikimaulana23.blogspot.co.id/2013/01/prasangka-diskriminasi-dan.html

MEMPERBAIKI DAN MENGEMBANGKAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DI DESA


Pasca disahkannya Undang-undang Desa pada 18 Desember 2013 lalu, pembangunan kawasan perdesaan ke depan akan menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Meski Peraturan Pemerintah (PP) sebagai petunjuk teknis implementasi UU Desa hingga kini belum terbit, pemerintah daerah perlu segera membuat berbagai rancangan strategis. Salah satunya mengenai sistem informasi pembangunan desa dan kawasan perdesaan seperti yang diamanahkan undang-undang.
Sistem informasi perlu dibangun untuk mensinergikan komunikasi pembangunan mulai tingkat pusat, pemerintah daerah hingga ke pemerintahan desa. Sebab dengan alokasi dana hingga Rp1 miliar per desa per tahun, tentunya akan meningkatkan pembangunan di kawasan perdesaan. Baik itu pembangunan fisik, perekonomian, maupun pengembangan potensi lokal lainnya yang dapat dijadikan sebagai penggerak ekonomi perdesaan.
Besarnya anggaran pembangunan desa akan menjadi euforia, terutama bagi desa-desa dengan alokasi dana rendah. Sehingga banyak pihak mengkhawatirkan, tidak semua pemerintah desa dapat mengelola anggaran secara profesional dan efektif untuk kegiatan pembangunan. Hal serupa juga terjadi pasca berlakunya otonomi daerah, di mana banyak pemerintah daerah tidak dapat menjalankan pembangunan dengan efektif dan efisien. Bahkan banyak kepala daerah yang akhirnya tersangkut masalah hukum.
Dalam konteks pembangunan kawasan perdesaan, komunikasi dapat berperan penting untuk menunjang berbagai kegiatan pembangunan perdesaan, dengan kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Di mana salah satu faktor penting kesuksesan pembangunan adalah tersedianya akses informasi pada masyarakat. Sehingga mereka dapat mencari pengetahuan-pengetahuan baru di berbagai media untuk mengembangkan masyarakatnya.
Melihat karakteristik perdesaan dengan kultur agrarisnya, keperluan masyarakat terhadap berbagai informasi pembangunan sebenarnya sangat tinggi. Namun media informasi yang ada, sekarang ini belum bisa memenuhi keperluan informasi masyarakat desa. Apalagi kawasan perdesaan sebagian besar jauh dari pusat pemerintahan yang notabene juga pusat informasi dan perekonomian. Sehingga tidak heran kalau selama ini desa tidak hanya termarjinal dari akses ekonomi tetapi juga akses informasi.
Termarjinalnya desa dari akses informasi terlihat dari distribusi media cetak yang saat ini belum menjangkau sebagian besar kawasan perdesaan. Sedangkan siaran televisi umumnya masih menyajikan konten hiburan semata, tertama pada prime time. Apalagi siaran radio, lebih sulit diakses karena jangkauan frekuensinya yang terbatas. Hal itu diperparah dengan minimnya konten pembangunan sebagian besar media massa.
Pentingnya sistem informasi pembangunan desa ini, ditegaskan pada Pasal 86 UU Desa, yang menyebutkan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Sistem informasi desa yang wajib dikembangkan meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia. Sistem informasi tersebut dikelola oleh pemerintah desa dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan. Kontennya meliputi data desa, data pembangunan desa, kawasan perdesaan, serta informasi lain yang berkaitan dengan pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan.
Berdasarkan konsep di atas, dalam pengembangan sistem informasi desa  perlu mengedepankan konten informasi yang diperlukan oleh masyarakat. Konten tersebut berkaitan dengan kegiatan ekonomi perdesaan yang umumnya di sektor agraris. Bila mengacu pada World Bank, sistem informasi perdesaan bisa berupa media komunitas baik radio, televisi maupun surat kabar komunitas. Tujuannya untuk melayani, mendidik dan  mensejahterakan komunitasnya melalui konten-konten lokal.
Semakin luasnya jaringan internet seluler kemudian membuka ruang untuk mengembangkan sistem informasi berbasis internet di kawasan perdesaan. Apalagi Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) pada medio 2013 lalu sudah meluncurkan domain desa.id yang khusus digunakan oleh pemerintah desa. Dengan demikian, pemerintah desa bisa memiliki portal informasi yang tidak hanya diakses oleh komunitasnya, tapi juga bisa mempromosikan potensi desa ke masyarakat dunia.
Besarnya potensi pengembangan sistem informasi pedesaan ini tentunya harus ditanggapi serius oleh pemerintah daerah. Karena dengan mengangkat potensi desa ke tingkat dunia, dapat mempercepat pencapaian tujuan pembangunan desa, yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat melalui pemenuhan keperluan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Apalagi, sistem informasi pembangunan perdesaan dapat diintegrasikan dengan sistem informasi pembangunan daerah dan nasional. Jejaring sistem informasi ini akan saling menguatkan untuk menyukseskan pembangunan nasional di masa mendatang. Karena akan menjadi pusat informasi, komunikasi dan basis data pembangunan yang dapat diakses oleh masyarakat dan para pemangku kepentingan.
Transparansi dan Partisipasi

Pembangunan sistem informasi perdesaan juga dapat memutus kesenjangan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sistem informasi perdesaan yang baik kemudian akan mendorong keterbukaan informasi publik hingga ke level perdesaan. Keterbukaan dan transparansi pasca terbitnya UU Desa menjadi sangat penting untuk mencegah penyimpangan penggunaan dana desa oleh perangkatnya.
Menurut Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan, implementasi program pembangunan desa harus dengan ketelitian dan mengacu pada aturan dan ketentuan yang berlaku. Ini diperlukan untuk memastikan tidak ada perangkat desa ataupun masyarakat yang tersangkut masalah hukum. Karena itu harus diantisipasi jangan sampai korupsi sampai masuk ke desa (Riau Pos, 9 Februari 2014).
Selain itu, adanya pusat-pusat informasi di perdesaan akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Tentunya sistem informasi perdesaan harus dirancang dengan model komunikasi dua arah, baik antara masyarakat desa dengan perangkatnya, maupun dengan pemerintah daerah. Partisipasi dalam kegiatan pembangunan penting dilakukan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat sejak perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan pembangunan desa.
Dengan adanya partisipasi, maka pemberdayaan masyarakat desa dapat ditingkatkan. Pemberdayaan itu sendiri menurut UU Desa merupakan upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, dan kesadaran. Pelaksanaannya dengan memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas keperluan masyarakat desa

Menurut pendapat saya, alangkah baiknya teknologi komunikasi lebih dikembangkan lagi supaya warga desa dapat memanfaat kan fasilitas berkomunikasi dengan baik


Nara Sumber : https://ruangdosen.wordpress.com/2014/02/22/pentingnya-sistem-informasi-pembangunan-desa/

Tingkat perbedaan selisih antara perkotaan dan pedesaan

Dalam suatu Negara umumnya terdapat dia wilayah yang dibedakan berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia (SDA), dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda. Umumnya wilayah yang lebih maju disebut perkotaan dan yang masih berkembang dinamakan pedesaan. Dan dari kedua wilayah tersebut memiliki beberapa masalah yang di timbulkan dari beberapa faktor seperti, faktor sosial dan faktor ekonomi. Berikut merupakan cirri-ciri dan penjelasan mengenai masalah pedesaan dan perkotaan.




PEDESAAN
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.
Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedang menurut Paul H. Landis desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
a) mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b) Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
c) Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.



Permasalahan yang ada di pedesaan
Pendidikan

Pada dasarnya, pendidikan yang baik itu haruslah mampu menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan bermanfaat serta menjadikan masyarakat pedesaan lebih terbuka dan akses terhadap pendidikan. Seiring perkembangan zaman, pengertian pendidikan pun mengalami perkembangan.

Sehingga, pengertian pendidikan menurut beberapa ahli (pendidikan) berbeda, tetapi secara esenssial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan lainnya.

Umumnya masyarakat pedesaan kurang begitu sadar akan pentingnya pendidikan, Mereka lebih memilih mengajak anak-anak mereka berkebun atau bertani, ketimbang menyekolahkan mereka. Alhasil banyak dari masyarakat pedesaan yang buta tulis dan hitung. Oleh karena itu taraf hidup masyarakat pedesaan relative.

Salah satu kendala yang telah disadari oleh pemerintah dalam bidang pendidikan di tanah air adalah kesenjangan dan ketidakadilan dalam mengakses terutama pendidikan. Hal ini yang menyebabkan kesadaran masyarakat di desa sangat kurang dan tidak antusias serta memahami akan pentingnya pendidikan.
Selain itu, kendala lain negara berkembang termasuk Indonesia, untuk masa yang lama menghadapi empat hambatan besar dalam bidang pendidikan, yaitu:

1. Peninggalan penjajah dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya sangat rendah.
2. Anggaran untuk bidang pendidikan yang rendah dan biasanya kalah bersaing dengan kebutuhan pembangunan bidang lainnya,
3. Anggaran yang rendah biasanya diarahkan pada bidang-bidang yang justru menguntungkan mereka yang relatif kaya,
4. Karena anggaran rendah, dalam pengelolaan pendidikan biasanya timbul pengelolaan yang tidak efisien.
Hal ini terlihat dimana pemerintah tidak saja mampu merancang penerapan kebijakan yang disukainya, tetapi juga menafsirkan ulang teks kebijakan sesuai preferensi kebijakannya, termasuk dalam bidang pendidikan. Dimana kebijakan disetujui, diterima, dan dilaksanakan oleh pranata pemerintah.

Manfaat pendidikan bagi masyarakat pedesaan sebagai instrumen pembebas, yakni membebaskan masyarakat pedesaan dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan penindasan. Selain itu, pendidikan yang baik seharusnya berfungsi pula sebagai sarana pemberdayaan individu dan masyarakat desa khususnya guna menghadapi masa depan. Pendidikan difokuskan melalui sekolah, pesantren, kursus-kursus yang didirikan di pedesaan yang masyarakatnya masih ‘buta’ akan ilmu.

            Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sehingga jelas, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan.

Tingginya angka kemiskinan

Dalam upaya percepatan pembangunan di segala bidang masih terdapat beberapa kendala,antara lain masih tingginya angka penduduk miskin, walaupun selama empat tahun
terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sekitar 19,51% dari jumlah
penduduk miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164.125 jiwa. Dari penurunan jumlah
penduduk miskin tersebut sampai pada tahun 2005  jumlah penduduk miskin
masih sebanyak 132.125 jiwa atau 24,28 %. 

Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia

Peningkatan layanan pendidikan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kompetensi anak didik. Output layanan pendidikan dengan pendekatan Indek Pembangunan Manusia (IPM) masih  menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan. Indek Pembangunan Manusia komponen pendidikan tahun 2004 menunjukkan angka 6,18 tahun atau masih lebih rendah dari rata-rata IPM Jawa Timur dengan capai 6,55. Namun bila dibandingkandengan IPM tahun 2003 terdapat kenaikan 0,13. Demikian pula segi kesehatan.
masih banyak yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya angka kematian ibu dan anak dan kesakitan malaria masih relatif tingginya.

Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :

a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.

b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.

c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)

d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).

e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.

PERKOTAAN

Pengertian Kota
Seperti halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini.
i. Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
ii. Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
iii. Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.
Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri :
a). Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
b). Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
c). Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
d). Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e). Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya



Permasalahan yang ada di perkotaan

Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah soaial yang tak kunjung tuntas. Walaupun berbagai upaya untuk mengatasi hal tersebut sudah dilakukan, namun sampai saat inipun belum selesai juga. Kemiskinan dapat berarti sebagai suatu keadaan dimana seseorang atau individu tidak dapat memenuhi kebutuhannya dan tidak dapat memelihara diri sendiri sesuai dengan taraf hidup kelompok dan juga tidakmampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Menurut sejarah, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak merupakan masalah sosial. Pada waktu ditetapkannya taraf hidup sebagai suatu kebiasaan, maka kemiskinan timbul menjadi suatu masalah sosial. Pada saat individu tersebut sadar akan kedudukan ekonominya, maka mereka mampu untuk mengatakan dirinya kaya atau miskin.Kemiskinan dianggap sebagai masalah sosial, apabila perbedaan keadaan ekonomis para warga masyarakat ditentukan secara tegas.

            Pada masyarakat yang bersahaja susunan organisasinya, mungkin kemiskinan bukan merupakan suatu masalah sosial. Karenamereka mengangap semua itu telah ditakdirkan, sehinga tidak ada suatu usaha untuk mengatasinya.
Berbeda dengan masyarakat modern. Mereka menganggap kemiskinan adalah suatu masalah sosial. Seseorang merasa miskin karena mereka menganggap harta miliknya dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf hidupnya yang ada. Hal ini dapat terlihat jelas di kota – kota besar. Seperti di Jakarta, seseorang dianggap miskin karena tidak memiliki radio, televisi, kendaraan, dll. Sehingga barang – barang tersebut dijadikan sebagai ukuran keadaan ekonomi seseorang.
Kemiskinan yang terjadi di banyak tempat di Indonesia ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :

a. Kebodohan
Tingkat kebodohan seseorang dapat memicu terjadinya kemiskinan. Hal ini karena individu tersebut tidak memiliki pengetahuan atau pendidikan, keterampilan yang memadai yang dapat digunakan untuk mencari penghasilan dan dapat menaikkan taraf hidup individu tersebut serta mampu memenuhi kebutuhannya.
b. Kurangnya kreativitas individu
Jika seseorang dapat menggunakan kekretivitasnya, tidak dipungkiri mereka dapat memiliki penghasilan yang dapat menaikkan taraf hidup mereka. Mereka dapat menggunakan sarana prasarana dan segala aspek – aspek yang ada untuk mencari dan mendapatkan sumber penghasilan.
c. Tingkat kelahiran yang tinggi
Tingkat kelahiran yang tinggi ini juga dapat memicu terjadinya kemiskinan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya pengeluaran biaya yang lebih besar, sehingga dapat dimungkinkan harta kekayaannya lama – lama terkuras. Namun hal ini berbeda untuk kelompok sosial yang memiliki penghasilan yang cukup bahkan lebih serta menetap. Mereka menganggap masih mampu menghidupi anggota kelompoknya. Maka mereka tidak dianggap sebagai kelompok sosial miskin. Hal ini tampak sebagian besar di kota – kota besar.

d. Pengaruh lingkungan hidup atau tempat tinggalnya
Lingkungan hidup dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan. Seseorang yang berada di lingkungan miskin pasti akan ikut terbawa arus kemiskinan. Apalagi individu – individu dalam kelompok tersebut adalah individu – individu yang tidak mampu mengurusi dirinya sendiri dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya serta berada dalam gelombang kebodohan.
e. Keturunan
Tingkat ekonomi dari kelompok sosialnya dapat mempengaruhi dengan jelas. Individu yang berasal dari golongan miskin, tidak menutup kemungkinan akan memyebabkan ia ikut miskin. Karena orang tuanya tidak mampu mencukupi segala kebutuhannya, sehingga mereka menganggap kehidupannyaadalah takdir yang tekah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Sehingga kurang adanya kemauan untuk mengubah keadaannya.

Meningkatnya Kemacetan

            Pertumbuhan jumlah kendaraan sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya pendapatan penduduk, membawa implikasi lain bagi perkotaan. Masalah kemacetan lalu lintas merupakan masalah yang tidak mudah dipecahkan oleh para pengambil kebijakan perkotaan.

Terbatasnya wilayah untuk memperluas jaringan jalan, merupakan kendala terbesar sehingga penambahan ruas jalan yang dilakukan pemerintah tak dapat mengimbangi laju pertambahan penduduk. Akibatnya persoalan kemacetan lalu lintas ini semakin lama semakin menjadi.

            Persoalannya semakin pelik, ketika pemerintah tidak mampu menyediakan sarana transportasi umum dan massal yang memadai, sehingga masyarakat lebih nyaman menggunakan kendaraan pribadi dan akhirnya menjadikan masalah kemacetan ini makin menjadi.

            Di lain pihak pembangunan kota-kota satelit di sekitar Jakarta, tak mampu memecahkan masalah ini, karena para penduduk kota satelit ini justru masih mencari penghidupan di Jakarta. Akibatnya pembangunan kota-kota ini justru hanya memperluas sebaran daerah-daerah pusat kemacetan lalu lintas.

Disparitas Pendapatan Antarpenduduk Perkotaan

Perbedaan tingkat kemampuan, pendidikan dan akses terhadap sumber-sumber ekonomi menjadikan persoalan perbedaan pendapatan antarpenduduk di perkotaan semakin besar.

Di satu pihak, sebagian kecil dari penduduk perkotaan menguasai sebagian besar sumber perekonomian. Sementara di sisi lain, sebagian besar penduduk justru hanya mendapatkan sebagian kecil sumber perekonomian. Akibatnya, terdapat kesenjangan pendapatan yang semakin lama semakin besar.

Sebagai bagian dari mekanisme pasar, kondisi ini sebenarnya sah-sah saja dan sangat wajar terjadi. Persoalannya, ternyata dan praktiknya disparitas pendapatan ini menimbulkan persoalan sosial yang tidak ringan. Terjadinya kecemburuan sosial yang bermuara pada kerusuhan massal, kerap terjadi karena persoalan ini. Dalam skala yang lebih kecil, meningkatnya kriminalitas di perkotaan, merupakan implikasi tidak meratanya kemampuan dan kesempatan untuk menikmati pertumbuhan perekonomian di perkotaan.

.Meningkatnya Sektor Informal

            Kesenjangan antara kemampuan menyediakan sarana penghidupan dengan permintaan terhadap lapangan kerja, memacu tumbuhnya sektor informal perkotaan. Pada saat krisis ekonomi terjadi jumlah penduduk perkotaan yang bekerja di sektor informal ini semakin besar. Di satu sisi tumbuhnya sektor informal ini merupakan katup pengaman bagi krisis ekonomi yang melanda sebagian besar Bangsa Indonesia. Namun, pada gilirannya peningkatan aktivitas sektor informal, terutama yang berada di perkotaan dan menyita sebagian ruang publik perkotaan, menimbulkan masalah baru terutama menyangkut aspek kenyamanan dan ketertiban yang juga menjadi hak publik bagi warga perkotaan yang lain.
Ciri-ciri masyarakat Perkotaan
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :
i. Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
ii. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada orang lain (Individualisme).
iii. Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
iv. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.
v. Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
vi. Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

Perbedaan antara desa dan kota
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.

Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:

Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan.

Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja .

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.

Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.

Ciri ciri tersebut antara lain :

1) jumlah dan kepadatan penduduk
2) lingkungan hidup
3) mata pencaharian
4) corak kehidupan sosial
5) stratifiksi sosial
6) mobilitas sosial
7) pola interaksi sosial
8)solidaritas sosial
9) kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional

Menurut pendapat saya
Pedesaan : Alangkah baik nya tingkat permasalahan pendidikan, pendapatan ekonomi, dll di pedesaan dapat segera teratasi dan lebih dikembangkan lagi supaya masyarakat pedesaan dapat menikmati semua fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah.
Perkotaan : Tingkat kan pendidikan, rasa saling menghormati satu sama lain, rasa sosialitas terhadap masyarakat yang berketidak mampuan, serta jangan terlalu hidup dalam kemewahan, sebagai hal yang positif sebaiknya masyarakat kota dapat membantu masyarakat desa yang memang memiliki banyak kekurangan terutama dalam hal pendidikan.
Nara Sumber : http://alfarisyi15.blogspot.co.id/2011/11/masalah-pedesaan-dan-perkotaan.html